I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Peserta didik yang dihadapi oleh
guru tersebut adalah individu-individu yang unik dan berbeda satu dengan
lainnya. Mereka hadir dari berbagai latar belakang, baik sosial, cultural,
strata ekonomi, maupun agama yang berbeda. Untuk dapat menghadapi dan
membelajarkan perserta didik yang beragam tersebut, maka guru perlu mengetahui
kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik. Dengan begitu berarti guru harus
menguasai dan mendalami aspek-aspek perkembangan peserta didik.
1.2.
Rumusan masalah
1.
Apa konsep dasar pertumbuhan
dan perkembangan individu?
2.
Apa saja faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan perserta didik?
3.
Apa saja tugas-tugas yang harus
diselesaikan dalam perkembangan individu?
4.
Mencakup apa saja perkembangan
fisik anak?
5.
Bagaimana perkembangan
intelektual dan bahasa anak?
6.
Bagaimana perkembangan sosial
anak?
7.
Bagaimana perkembangan afeksi
anak?
8.
Bagaimana perkembangan moral
dan agama anak?
1.3.
Tujuan
1.
Mengetahui konsep dasar
pertumbuhan dan perkembangan individu
2.
Mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik
3.
Mengetahui tugas-tugas
perkembangan individu
4.
Mengetahui pertumbuhan fisik
anak
5.
Mengetahui perkembangan
inteletual dan bahasa anak
6.
Mengetahui perkembangan sosial
anak
7.
Mengetahui perkembangan afeksi
anak
8.
Mengetahui perkembangan moral
dan agama anak
II.
PEMBAHASAN
2.1.
Konsep Dasar Pertumbuhan
dan Perkembangan Individu
Isitilah “perkembangan” (development)
dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang cukup kompleks. Di
dalamnyaterkandung banyak dimensi. Oleh sebab itu, untuk dapat memahami konsep
dasar perkembangan, perlu dipahami beberapa konsep lain yang tekandung
didalamnya, diantaranya: pertumbuhan, kematangan, dan perubahan.
2.1.1.
Perkembangan
Perkembangan tidaklah terbatas pada
pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan didalamnya juga
terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan
bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu
menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pemasakan, dan belajar.
Perkembangan menghasilkan bentuk dan ciri-ciri kemampuan baru yang berlangsung
dari tahap aktivitas sederhana ke tahap yang lebih tinggi. Perkembangan itu
bergerak secara berangsur-angsur tapi pasti, melalui suatu bentuk/tahap ke
bentuk/tahap berikutnya, yang kian hari kian bertambah maju, mulai dari masa
pembuahan dan berahir pada kematian.
2.1.2.
Petumbuhan
Pertumbuhan dalam konteks perkembangan
merujuk perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam
ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan badan, pertumbuhan kaki, kepala,
jantung, paru-paru, dan sebagainya. Dengan demikian, tidak tepat jika kita
misalnya mengatakan pertumbuhan ingatan, pertumbuhan berfikir, pertumbuhan
kecerdasan, dan sebagainya, sebab kesemuanya merupakan perubahan fungsi-fungsi
rohaniah. Demikian juga tidak tepat kalau dikatak pertumbuhan kemampuan
berjalan, pertumbuhan menulis, pertumbuhan penginderaan, dan sebagainya, sebab
kesemuanya merupakan perkembangan fungsi-fungsi jasmaniah.
Pertumbuhan fisik meningkat, menetap,
dan kemudian mengalami kemunduran sejalan dengan bertambahnya usia. Ini berarti
bahwa pertumbuhan fisik ada puncaknya. Sesudah suatu masa tertentu, fisik mulai
mengalami kemunduran dan berakhir pada kerunthan di hari tua, dimana kekuatan
dan kesehatannya berkurang, pancaindra menjadi lemah atau lumpuh sama sekali.
Berbeda halnya dengan perkembangan aspek mental atau psikis yang relative
berkelanjutan, sepanjang individu yang bersangkutan tetap memeliharanya.
2.1.3.
Kematangan
Pertumbuhan jasmani dan perkembangan
rohani yang disebutkan diatas, sebenarnya merupakan satu kesatuan dalam diri
manusia yang saling mepengaruhi satu sama lain. Laju perkembangan rohani
dipengaruhi oleh laju pertumbuhan jasmani, demikian pula sebaliknya. Pertumbuhan
dan perkembangan itu pada umumnya berja;an selaras dan pada tahap-tahap
tertentu menghasilkan suatu “kematangan”, baik kematangan jasmani maupun
kematangan mental.
Kematangan mula-mula merupakan suatu
hasil dari adanya perubahan-perubahan tertentu dan penyesuaian struktur pada
diri individu, seperti adanya kematangan jaringan-jaringan tubuh, saraf, dan kelenjar-kelenjar
yang disebut kematangan biologis. Kematangan terjadi pula pada aspek-aspek
psikisyang meliputi keadaan-keadaan berpikir, rasa kemauan, dan lain-lain,
serta kematangan pada aspek psikis ini yang memerlukan latihan-latihan
tertentu. Misalnya anak yang baru berusia lima tahun dianggap masih belum
matang untuk menangkap masalah-masalah yang bersifat abstrak, oleh karena itu,
anak yang bersangkutan belum bisa diberikan matematika dan angka-angka. Pada
usia empat bulan, seorang anak belum matang didudukan, karena berdasarkan
penelitian bahwa kemampuan leher dan kepalanya belum mampu tegak. Usaha
pemaksaan terhadap kecepatan tibanya masa kematangan yang terlalu awal akan
mengakibatkan kerusakan atau kegagalan dalam perkembangan tingkah laku individu
yang bersangkutan.
2.1.4.
Perubahan
Perkembangan
mengandung perubahan-perubahan, tetapi bukan berarti setiap perubahan bermakna
perkembangan. Perubahan-perubahan itu tidak pula mempengaruhi proses
perkembangan sseseorang dengan cara yang sama. Perubahan-perubahan dalam
perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan
lingkungan dimana ia hidup. Untuk mencapai tujuan ini, realisasi diri atau yang
biasanya disebut dengan “aktualisasi diri” merupakan faktor yang sangat
penting. Tujuan ini dapat dianggap sebagai suatu dorongan untuk melakukan
sesuatu yang tepat, untuk menjadi manusia seperti yang diinginkan baik secara
fisik maupun psikis.
2.2.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Perkembangan Peserta Didik
2.2.1.
Dalam Pertumbuhan
Ada sejumlah faktor yang memengaruhi
pertumbuhan fisik individu, yaitu sebagai berikut
1.
Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor
yang berasal dari dalam individu. Termasuk ke dalam faktor internal ini adalah
sebagai berikut:
a.
Sifat jasmaniah yang diwariskan
dari orang tuanya
Anak yang ayah dan ibunya betubuh tinggi cenderung lebih
lekas menjadi tinggi dari pada anak yang berasal dari orang tua bertubuh
pendek.
b.
Kematangan
Secara sepintas, pertumbuhan fisik seolah-olah seperti
sudah direncanakan oleh faktor kematangan. Meskipun anak itu diberi makanan
bergizi tinggi, tetapi kalau saat kematangan belum sampai, pertumbuhan akan
tertunda.
2.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar
luar diri anak. Termasuk ke dalam faktor eksternal adalah sebagai berikut:
a.
Kesehatan
Anak yang sering sakit-sakitan pertumbuhan fisiknya akan
terhambat.
b.
Makanan
Anak yang kurang gizi pertumbuhannya akan terhambat,
sebaliknya yang cukup gizi pertumbuhannya pesat.
c.
Stimulasi lingkungan
Individu yang tubuhnya sering dilatih untuk meningkatkan
percepatan pertumbuhannya akan berbeda dengan yang tidak pernah mendapat
latihan.
2.2.2.
Dalam Perkembangan
1.
Faktor Internal
a.
Bakat atau pembawaan
Anak dilahirkan dengan membawa bakat-bakat tertentu.
b.
Sifat-sifat tertentu
Sifat-sifat keturunan yang individu dipusakai dari
orangtua atau nenek moyang dapat berupa fisik dan mental.
c.
Dorongan dan instink
Dorongan adalah kodrat hidup yang mendorong manusia
melaksanakan sesuatu atau bertindak pada saatnya. Sedangkan instink atau naluri
adalah kesanggupan atau ilmu tersembunyi yang menyuruh atau membisikkan manusia
bagaimana cara-cara melaksanakan dorongan batin.
2.
Faktor Eksternal
a.
Makanan
Dalam rangka perkembangan dan pertumbuhan anak menjadi
sehat dan kuat, perlu memperhatikan makanannya.
b.
Iklim
Sifat-sifat iklim, alam dan udara mempengaruhi pula
sifat-sifat individu dan jiwa bangsa yang berada dalam iklim yang bersangkutan
c.
Kebudayaan
Latar belakang budaya bangsa sedikit banyak mempengaruhi
perkembangan seseorang
d.
Ekonomi
Orang tua yang ekonominya lemah, yang tidak sanggup
memenuhi kebutuhan pokok anak-anaknya dengan baik, sering kurang memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya.
e.
Kedudukan anak dalam lingkungan
keluarga
Bila anak itu merupakan anak tunggal, biasanya perhatian
orang tercurah kepadanya, sehingga ia cenderung memiliki sifat manja.
Sebaliknya, seorang anak yang memiliki banyak saudara, jelas orang tua sibuk membagikan
perhatian terhadap saudara-saudaranya. Oleh sebab itu anak kedua, ketiga, dan
seterusnya memiliki perkembangan yang lebih cepat dibandingkan anak yang
pertama.
2.3.
Tugas-Tugas Perkembangan
Individu
2.3.1.
Pengertian
Setiap individu tumbuh dan berkembang selama perjalanan
kehidupannya melalui beberapa periode atau fase perkembangan. Setiap fase
perkembangan mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus diselesaikan
dengan baik oleh setiap individu. Sebab, kegagalan melaksanakan tugas-tugas
perkembangan pada fase tertentu berakibat tidak baik bagi pada fase berikutnya.
Sebaliknya, keberhasilan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada fase
tertentu akan memperlancar pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada fase
berikutnya.
Tugas-tugas perkembangan mempunyai
tiga macam tujuan yang sangat bermanfaat bagi individu dalam menyelesaikan
tugas perkembangan, yaitu sebagai berikut:
1.
Sebagai petunjuk bagi individu
untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia
tertentu.
2.
Memberika motivasi pada setiap
individu untuk melakukan apa yang diharapkan oleh kelompok sosial pada usia
tertentu sepanjang kehidupannya.
3.
Menunjukkan kepada setiap
individu tentang apa yang akan mereka hadapi dan tindakan apa yang diharapkan
dari mereka jika nantinya akan memasuki tingkat perkembangan berikutnya.
Tiga bahaya potensial yang menjadi
penghambat penyelesaian tugas perkembangan, yaitu sebagai berikut:
1.
Harapan-harapan yang kurang
tepat, baik individu maupun lingkungan sosial mengharapkan perilaku di luar
kemampuan fisik maupun psikologis
2.
Melangkahi tahap-tahap tertentu
dalam perkembangan sebagai akibat kegagalan menguasai tugas-tugas tertentu.
3.
Adanya krisis yang dialami
individu karena mengalami satu tingkatan ke tingkatan yang lain.
2.3.2.
Jenis Tugas-Tugas
Perkembangan Remaja
1.
Mencapai hubungan baru yang
lebih matang denga teman sebaya baik pria maupun wanita
2.
Mencapai peran sosial pria dan
wanita
3.
Menerima keadaan fisiknya dan
menggunakan secara efektif
4.
Mencari kemadirian emosional
dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya
5.
Mencapai jaminan kebebasan
ekonomis
6.
Memilih dan menyiapkan lapangan
pekerjaan
7.
Persiapan untuk memasuki
kehidupan berkeluarga
8.
Mengembangkan keterampilan
intelektual dan konsep yang penting untuk kompetensi kewarganegaraan
9.
Mencapai dan mengharapkan
tingkah laku sosial yang bertanggung jawab
10. Memperoleh suatu himpunan nilai-nilai dan sistem etika sebagai
pedoman tingkah laku.
2.3.3.
Tugas Perkembangan
Remaja Berkenaan dengan Kehidupan Berkeluarga
Secara teoritis, masa remaja dapat
dibagi menjadi dua fase yaitu fase pertama adalah pubertas dan fase kedua
adalah adolesens. Fase pertama menitikberatkan pada perkembangan fisik dan
seksual, serta pengaruhnya terhadap gejala-gejala psikososial. Sedangkan fase
kedua menitikberatkan pada aspek nilai-nilai, moral, pandangan hidup, dan
hubungan kemsyarakatan (Siti Rahayu Haditono, 1991)
2.3.4.
Implikasi Tugas-Tugas
Perkembangan Remaja bagi Pendidikan
Tugas perkembangan remaja harus dapat diselesaikan
dengan baik, karena akan membawa implikasi penting bagi penyelenggaraan
pendidikan dalam rangka membantu remaja tersebut, yaitu sebagai berikut:
1.
Sekolah dan perguruan tinggi
perlu memberikan kesempatan melaksanakan kegiatan-kegiatan nonakademik melalui
berbagai perkumpulan.
2.
Apabila ada remaja putra atau
putri bertingkah laku tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, mereka perlu
dibantu melalui bimbingan dan konseling.
3.
Siswa yang lambat perkembangan
jasmaninya diberi kesempatan berlomba dalam kegiatan kelompoknya.
4.
Pemberian bantuan kepada siswa
untuk memilih lapangan pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keinginannya,
sesuai dengan sistem kemasyarakatan yang dianutnya, dan membantu siswa
mendapatkan pendidikan yang bermanfaat untuk mempersiapkan diri memasuki
pekerjaan.
2.4.
Pertumbuhan Fisik Anak
Pertumbuhan adalah suatu proses perubahan fisiologis
yang bersifat progresif dan kontinu dan berlangsung dalam periode tertentu.
Perubahan ini bersifat kuantitatif dan dan berkisar hanya pada aspek-aspek
fisik individu. Oleh sebab itu, secara terminologis, sebenarnya tanpa ada
tambahan kata fisik pun, hanya dengan istilah pertumbuhan saja, sudah bermakna
perubahan pada aspek-aspek fisiologis.
2.4.1.
Karakteristik
Pertumbuhan Fisik Remaja
Pesatnya pertumbuhan fisik pada masa
remaja sering menimbulkan kejutan pada diri remaja itu sendiri. Pakaian yang
dimilikinya seringkali menjadi cepat tidak muat dan harus membeli yang baru
lagi. Kadang-kadang remaja dikejutkan dengan perasaan bahwa tangan dan kakinya
terlalu panjang sehingga tidak seimbang dengan besar tubuhnya. Pada remaja
putri ada perasaan seolah-olah belum dapat menerima kenyataan bahwa tanpa
dibayangkan sebelumnya kini buah dadanya membesar. Oleh karena itu, seringkali
gerak-gerik remaja menjadi serba canggung dan tidak bebas. Gangguan dalam bergerak
yang disebabkan oleh pesatnya pertumbuhan fisik pada remaja ini dikenal dengan
istilah gangguan regulasi.
Pada remaja pria, pertumbuhan lekum
menyebabkan suara remaja itu menjadi parau untuk beberapa waktu dan akhirnya
turun satu oktaf. Pertumbuhan kelenjar endoktrin yang telah mencapai taraf
kematangan sehingga mulai berproduksi menghasilkan hormone bermanfaat bagi
tubuh. Akibatnya, remaja mulai merasa tertarik kepada lawan jenisnya. Pada
waktu tidur, karena ketertarikan kepada lawan jenisyang disebabkan oleh
berkembangnya hormone mengakibatkan remaja pria sering mengalami mimpi basah.
Disisi lain, perkembangan hormon pada
remaja putrid menyebabkan mereka mulai mengalami menstruasi yang seringkali
pada awal mengalaminya menimbulkan kegelisahan. Berproduksinya kelenjar hormon
pada sementara remaja juga dapat menyebabkan timbulnya jerawat pada bagian
wajahnya yang seringkali menimbulkan kegelisahan pada mereka, lebih-lebih pada
remaja putri. Pertumbuhan fisik yang cepat pada remaja sangat membutuhkan zat-zat
pembangun yang diperoleh dari makanan sehingga remaja pada umumnya menjadi
pemakan yang kuat.
2.4.2.
Upaya Membantu
Pertumbuhan Fisik dan Implikasinya Bagi Pendidikan
Dalam batas-batas tertentu, percepatan
pertumbuhan fisik dapat dibantu dengan berbagai usaha atau stimulasi secara
sistematis, antara lain sebagai berikut:
1.
Menjaga kesehatan badan
2.
Member makanan yang baik
Implikasi bagi pendidikan adalah
perlunya memperhatikan faktor-faktor berikut:
a.
Sarana dan prasarana
b.
Waktu istirahat
c.
Diadakannya jam-jam olahraga
bagi para siswa
2.5.
Perkembangan Intelektual
dan Bahasa Anak
2.5.1.
Perkembangan Intelektual
Jean Piaget (Bybee dan Sund, 1982)
membagi perkembangan intelek menjadi empat tahapan sebagai berikut:
1.
Tahap sensori-motoris
Tahap ini dialami pada usia 0-2 tahun.
Pada tahap ini anak berada dalam suatu masa yang ditandai oleh
kecenderungan-kecenderungan sensori-motoris yang sangat jelas. Segala perbuatan
merupakan perwujuan dari proses pematangan aspek sensori-motoris tersebut.
2.
Tahap praoperasional
Tahap ini berlangsung pada usia 2-7
tahun. Tahap ini disebut juga tahap intuisi sebab perkembangan kognitifnya
memperlihatkan kecenderungan yang ditandai oleh suasana intuitif.
3.
Tahap operasional konkret
Tahap ini berlangsung antara usia 7-11
tahun. Pada tahap ini, anak mulai menyesuaikan diri dengan realitas konkret dan
sudah mulai berkembang rasa ingin tahunya.
4.
Tahap operasional formal
Tahap ini dialami oleh anak pada usia
11 tahun ke atas. Pada masa ini, anak telah mampu mewujudkan suatu keselurhan
dalam pekerjaannya yang merupakan hasil dari berpikir logis. Aspek perasaan dan
moralnya juga telah berkembang sehingga mendukung penyelesaian tugas-tugasnya.
Karakteristik perkembangan intelektual
1.
Karakteristik tahap
sensori-motoris
Tahap sensori-motoris ditandai dengan karakteristik
menonjol sebagai berikut:
a.
Segala tindakannya masih
bersifat naluriah
b.
Aktivitas pengalaman didasarkan
terutama pada pengalaman indera
c.
Individu baru mampu melihat dan
meresapi pengalaman, tetapi belum mampu untuk mengategorikan pengalaman.
d.
Individu mulai belajar
menangani objek-objek konkret melalui skema-skema sensori-motorisnya.
2.
Karakteristik tahap
praoperasional
Ditandai dengan karakteristik menonjol sebagai berikut:
a.
Individu telah mengombinasikan
dan mentransformasikan berbagai informasi
b.
Individu telah mampu
mengemukakan alasan-alasan dalam menyatakan ide-ide
c.
Individu telah mengerti adanya
hubungan sebab akibat dalam suatu peristiwa konkret, meskipun logika hubungan
sebab akibat belum lengkap
d.
Cara berpikir individu bersifat
egosentris ditandai oleh tingkah laku:
1)
Berpikir imajinatif
2)
Berbahasa egosentris
3)
Memiliki aku yang tinggi
4)
Menampakkan dorongan ingin tahu
yang tinggi, dan
5)
Perkembangan bahasa mulai cepat
2.5.2.
Perkembangan Bahasa Anak
Dilihat dari perkembangan umur kronologis yang dikaitkan
dengan perkembangan kemampuan berbahasa individu, tahapan perkembangan bahasa
dapat dibedakan ke dalam tahap-tahap sebagai berikut:
1.
Tahap pralinguistik atau
meraban (0,3-1,0 tahun)
Pada tahap ini anak mengeluarkan bunyi ujaran dalam
bentuk ocehan yang mempunyai fungsi komunikasi
2.
Tahap holofrastik atau kalimat
satu kata (1,0-1,8 tahun)
Pada usia sekitar 1 tahun anak mulai mengucapkan
kata-kata. Satu kata yang diucapkan oleh anak-anak harus dipandang sebagai satu
kalimat penuh mencakup aspek intelektual maupun emosional sebagai cara untuk
menyatakan mau tidaknya terhadap sesuatu.
3.
Tahap kalimat dua kata (1,6-2,0
tahun)
Pada tahap ini anak mulai memiliki banyak kemungkinan
untuk menyatakan kemauannya dan berkomunikasi dengan menggunakan kalimat
sederhana yang disebut dengan istilah “kalimat dua kata” yang dirangkai secara
tepat.
4.
Tahap pengembangan tata bahasa
awal (2,0-5,0 tahun)
Pada tahap ini anak mulai mengembangkan tata bahasa,
panjang kalimat mulai bertambah, ucapan-ucapan yang dihasilkan semakin
kompleks, dan mulai menggunakan kata jamak.
5.
Tahap pengembangan tata bahasa
lanjutan (5,0-10,0 tahun)
Pada tahap ini anak semakin mampu mengembangkan struktur
tata bahasa yang lebih kompleks lagi serta mampu melibatkan gabungan
kalimat-kalimat sederhana dengan komplementasi, relativasi, dan konjungsi.
6.
Tahap kompetensi lengkap (11,0
tahun – dewasa)
Pada akhir masa kanak-kanak, perbendaharaan kata terus
meningkat, gaya bahasa mengalami perubahan, dan semakin lancar serta fasih
dalam berkomunikasi. Keterampilan dan performasi bahasa terus berkembang kearah
tercapainya kompetensi berbahasa secara lengkap sebagai perwujudan dari
kompetensi komunikasi.
2.6.
Perkembangan Sosial Anak
2.6.1.
Hubungan dengan Keluarga
Keluarga merupakan unit sosial
terkecil yang memiliki peranan penting dan menjadi dasar bagi perkembangan
psikologi anak dalam konteks sosial yang lebih luas. Untuk dalam, dalam
memahami perkembangan psikososial peserta didik, perlu dipelajari bagaimana
hubungan anak dengan keluarga.
1.
Karakteristik hubungan anak
sekolah dengan keluarga
Masa usia sekolah dipandang sebagai
masa untuk pertama kalinya anak memulai kehidupan sosial mereka yang
sesungguhnya. Bersamaan dengan maksudnya anak ke sekolah dasar, maka terjadilah
perubahan hubungan anak dengan orang tua. Perubahan tersebut diantaranya
disebabkan adanya peningkatan penggunaan waktu yang dilewati anak-anak bersama
teman-teman sebayanya.
Hubungan orang tua dan anak akan
berkembang dengan baik apabila kedua pihak saling memupuk keterbukaan.
Berbicara dan mendengarkan merupakan hal yang sangat penting. Perkembangan yang
dialami anak sama sekali bukan alasan untuk menghentikan kebiasaan-kebiasaan di
masa kecilnya. Hal ini justru akan membantu orang tua dalam menjaga tgerbukanya
jalur komunikasi.
Pada periode ini, orangtua dan
anak-anak telah memiliki sekumpulan pengalaman masa lalu bersama, dan
pengalaman ini membuat hubungan keluarga menjadi bertambah unik dan penuh arti.
2.
Karakteristik hubungan remaja
dengan keluarga
Perubahan-perubahan fisik, kognitif
dan sosial yang terjadi dalam perkembangan remaja mempunyai pengaruh yang besar
terhadap relasi orangtua-remaja. Salah satu ciri yang menonjol dari remaja yang
memengaruhi relasinya dengan orangtua adalah perjuangan anak untuk memperoleh
otonomi, baik secara fisik dan psikologis.
Beberapa peneliti tentang perkembangan
anak remaja menyatakan bahwa pencapaian otonomi psikologis merupakan salah satu
tugas perkembangan yang penting dari masa remaja. Dengan demikian, keterikatan
dengan orang tua selama masa remaja dapat berfungsi adaptif, yang menyediakan
landasan yang kokoh dimana remaja menjelajahi dan menguasai
lingkungan-lingkungan baru dan suatu dunia sosial yang luas dengan cara-cara
yang sehat secara psikologis.
2.6.2.
Hubungan dengan Teman Sebaya
Teman sebaya mempunyai fungsi yang hampir sama dengan
orangtua. Teman bisa memberikan ketenangan ketika mengalami kekhawatiran. Tidak
jarang terjadi seorang anak yang tadinya penakut berubah menjadi pemberani
berkat teman sebaya. Berikut akan diuraikan beberapa aspek perkembangan
hubungan peserta didik dengan teman sebayanya:
1.
Karakteristik hubungan anak
usia sekolah dengan teman sebayanya
Berinteraksi dengan teman sebaya merupakan aktivitas
yang banyak menyita waktu anak selama masa pertengahan dan akhir anak-anak.
2.
Pembentukan kelompok
Pada masa ini anak tidak lagi puas bermain sendirian di
rumah, atau melakukan kegiatan-kegiatan dengan keluarga. Hal ini terjadi karena
anak memiliki keinginan untuk diterima sebagai anggota kelompok, serta merasa
tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.
3.
Popularitas, penerimaan sosial,
dan penolakan
Pada anak usia sekolah dasar mulai terlihat adanya usaha
untuk mengembangkan suatu penilaian terhadap orang lain dengan berbagai cara.
2.6.3.
Persahabatan
Karakteristik lain dari pola hubungan
anak usia sekolah dengan teman sebayanya adalah munculnya keinginan untuk
menjalin hubungan pertemanan yang lebih akrab atau yang dalam kajian psikologi
perkembangan disebut dengan istilah friendship (persahabatan).
1.
Karakteristik hubungan remaja
dengan teman sebaya
Berbeda halnya dengan masa anak-anak,
hubungan teman sebaya remaja lebih didasarkan pada hubungan persahabatan.
Menurut Bloss (1962), pembentukan persahabatan remaja erat kaitannya dengan
perubahan aspek-aspek pengendalian psikologis yang berhubungan dengan kecintaan pada diri sendiri dan munculnya
phallic conflicts. Erikson (1968) memandang tren perkembangan ini dari
perspektif normative-life-crisis, di mana teman memberikan feedback dan
informasi yang konstruktif tentang self definition dan penerimaan komitmen.
2.6.4.
Hubungan dengan Sekolah
Bagi seorang anak, memasuki dunia
sekolah merupakan pengalaman yang menyenangkan, namun sekaligus mendebarkan,
penuh tekanan, dan bahkan bisa menyebabkan timbulnya kecemasan. Bagi banyak
anak, pengalaman masuk sekolah merupakan masuk sekolah merupakan saat-saat
pertama bagi mereka menyesuaikan diri dengan pola kelompok, yang diatur oleh
satu orang dewasa, yaitu guru. Dunia sekolah jelas berbeda dengan dunia rumah,
dimana anak-anak harus mengikuti aturan main yang ditetapkan sekolah melalui
guru.
2.7.
Perkembangan Afeksi atau
Emosi Anak
Emosi adalah suatu respon terhadap suatu perangsang yang
menyebabkan perubahan fisiologis disertai perasaan yang kuat dan biasanya
mengandung kemungkinan untuk meletus. Respons demikian terjadi baik terhadap
perangsang-perangsang eksternal maupun internal (Soegarda Poerbakawatja, 1982).
Dengan definisi ini jelas perbedaan antara emosi dengan perasaan, bahkan disini
tampak jelas bahwa perasaan termasuk ke dalam emosi atau menjadi bagian dari
emosi.
2.7.1. Bentuk-Bentuk Emosi
1.
Amarah, meliputi brutal,
mengamuk, benci, marah besar, dsb.
2.
Kesedihan, meliputi pedih,
sedih, muram, suram, depresi, dsb.
3.
Rasa takut, meliputi cemas,
takut, gugup, khawatir, panic, dsb
4.
Kenikmatan, meliputi bahagia,
riang, senang, gembira, dsb.
5.
Cinta, meliputi penerimaan,
persahabatan, kepercayaan, dsb.
6.
Terkejut, meliputi terkesiap,
takjub, dan terpana
7.
Jengkel, meliputi hina, jijik,
muak, mual, benci, tidak suka, dsb
8.
Malu, meliputi rasa bersalah,
malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib, dan hati hancur lebur.
2.7.2.
Hubungan Antara Emosi
dan Tingkah Laku
Melalui teori kecerdasan emosional
yang dikembangkannya, Daniel Goleman (1995) mengemukakan sejumlah ciri utama
pikiran emosional sebagai bukti bahwa emosi memainkan peranan penting dalam
pola berpikir maupun tingkah laku individu. Adapun ciri utama pikiran emosional
tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Respons yang cepat tetapi
ceroboh
2.
Mendahulukan perasaan kemudian
pikiran
3.
Memperlakukan realitas sebagai
realitas simbolik
4.
Masa lampau diposisikan sebagai
masa sekarang
5.
Realitas yang ditentukan oleh keadaan
2.7.3.
Karakteristik Perkembangan
Emosi Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan
antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami
perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial, dan emosional. Umumnya,
masa ini berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai umur 18 tahun, yaitu masa
anak duduk di bangku sekolah menengah. Masa ini biasanya diarasakan sebagai
masa sulit, baik bagi remaja sendiri, maupun bagi keluarga atau lingkungannya.
Adapun karateristik berbagai periode dipaparkan berikut ini:
1.
Periode Praremaja
Perubahan
yang terjadi di awal masa pubertas disertai sifat kepekaan terhadap rangsangan
dari luar dan respons mereka biasanya berlebihan sehingga mereka mudah
tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa senang atau bahkan
meledak-meledak.
2.
Periode Remaja Awal
Control
terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka cepat marah dengan cara-cara yang
kurang wajar untuk meyakinkan dunia sekitarnya. Perilaku seperti ini
sesungguhnya terjadi karena adanya kecemesan kepada dirinya sendiri sehingga
muncul dalam reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.
3.
Periode Remaja Tengah
Melihat
fenomena yang sering terjadi dalam masyarakat yang sering juga menunjukkan
adanya kontradiksi dengan nilai-nilai moral yang mereka ketahui, tidak jarang
remaja mulai meragukan tentang apa yang disebut baik atau buruk.
4.
Periode Remaja Akhir
Selama periode ini remaja mulai memandang dirinya
sebagau orang dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku
yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orang tua dan masyarakat mulai memberikan
kepercayaan yang selayaknya kepada mereka.
2.8.
Perkembangan Moral dan
Agama Anak
2.8.1.
Perkembangan Moral
Menurutu Kohlberg tingkatan perkembangan moral sebagai
berikut:
1.
Prakonvensional moralitas
Pada level ini ana mengenal moralitas berdasarkan dampak
yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, yaitu menyenangkan (hadiah) atau
menyakitkan (hukuman).
2.
Konvensional
Suatu perbuatan dinilai baik oleh anak apabila mematuhi
harapan otoritas tau kelompok sebaya
3.
Pasca Konvensional
Pada level ini aturan dan konstitusi dari masyarakat
tidak dipandang sebagai tujuan akhir, tetapi diperlukan sebagai subjek. Anak
mentaati aturan untuk menghindari hukuman kata hati.
2.8.2.
Perkembangan Agama
Perkembangan agama menurut Fowler adalah sebagai berikut:
1.
Tahap intuitive-projective
faith
Berlangsung antara usia 2-7 tahun. Pada tahap ini
kepercayaan anak bersifat peniruan.
2.
Tahap mythic-literal faith
Dimulai dari usia 7-11 tahun. Pada tahap ini sesuai
dengan perkembangan kognitifnya, anak secara sistematis mulai mengambil makna
dari tradisi masyarakat.
3.
Tahap synthetic-conventional
faith
Terjadi pada usia 12- akhir masa remaja atau awal usia
dewasa. Kepercayaan remaja pada tahap ini ditandai dengan kesadaran tentang
simbolisme dan memiliki lebih dari satu cara untuk mengetahui kebenaran
4.
Tahap individuative-reflective
faith
Terjadi pada usia 19 tahun atau masa dewasa awal. Mulai
muncul sintesis kepercayaan dan tanggung jawab individual terhadap kepercayaan
tersebut.
5.
Tahap conjunctive-faith
Dimulai pada usia 30 tahun sampai masa dewasa akhir.
Ditandai dengan perasaan terintegrasi dengan simbol-simbol, ritual-ritual dan
keyakinan agama.
III.
PENUTUP
3.1.
Simpulan
Dari uraian pada bab2 dapat disimpukan bahwa aspek-aspek
peserta didik tersidiri dari: konsep dasar pertumbuhan dan perkembangan individu, faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, tugas-tugas
perkembangan individu, pertumbuhan fisik anak, perkembangan intelektual dan
bahasa anak, perkembangan sosial anak, perkembangan afeksi anak, dan
perkembangan moral dan agama anak.
3.2.
Saran
Untuk dapat tampil menjadi guru yang ideal, memang tidak
cukup hanya mengandalkan penguasaan atas materi atau ilmu yang diajarkan. Sebab
dalam konteks pembelajaran, bahan atau materi pembelajaran hanya merupakan
perangsang tindakan guru dalam memberikan dorongan belajar yang diarahkan pada
pencapaian tujuan belajar. Karena itu, seorang guru harus membekali diri dengan
sejumlah pengetauan dan keterampilan lain yang sangat diperlukan dalam
keberhasilan pelaksanaan tugasnya. Ini sangat penting karena guru dalam
profesinya tidak berhadapan dengan benda mati melainkan berhadapan dengan
manusia yang disebut dengan peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Desmita.2009.Psikologi Perkembangan
Peserta Didik.Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori.2012.Psikologi
Remaja.Bandung:PT Bumi Aksara
izin copy untuk referensi
BalasHapusSilahkan semoga bermanfaar
Hapus