HUBUNGAN GRAMATIKAL FONOLOGI DENGAN MORFOLOGI
Fonologi merupakan urutan paling
bawah atau paling dasar dalam hierarki kajian linguistik karena objek kajiannya
ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai hasil akhir dari serangkaian tahap segmentasi
terhadap suatu ujaran. Yang dikaji fonologi ialah bunyi-bunyi bahasa sebagai
satuan terkecil ujaran beserta dengan “gabungan” antarbunyi yang membentuk
silabel atau suku kata. Serta juga dengan unsur-unsur suprasegmentalnya,
seperti tekanan, nada, hentian, dan durasi.
CONTOH ARUS
UJARAN
/keduaorangitumeniggalkanruangsidangmeskipunrapatbelumselesai/
PEMBAHASAN
Pada bab fonologi secara bertahap
telah disegmentasikan arus ujaran itu, sehingga akhirnya kita dapatkan satuan
bunyi terkecil dari arus ujaran itu yang disebut fonem. Di atas suatu fonem
yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi, yang disebut silabel. Tetapi
silabel tidak bersifat fungsional. Silabel hanyalah satuan ritmis yang ditandai
dengan adanya satu sonoritas atau puncak kenyaringan.
Di atas satuan silabel itu secara
kualitas ada satuan lain yang fungsional yang disebut morfem. Sebagai satuan
fungsional, morfem ini merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai
makna. Dalam morfologi dibicarakan seluk beluk morfem itu, bagaimana cara
menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan, bagaimana morfem-morfem itu
berproses menjadi kata. Karena dalam proses morfemis atau prose situ akan
terlibat juga persoalan fonologi, maka akan dibicarakan juga proses yang
disebut morfofonemik, atau proses morfofonologi, atau morfologi.
Morfofonemik adalah peristiwa
berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis,baik afiksasi,
reduplikasi, maupun komposisi. Misalnya dalam proses afiksasi bahasa Indonesia
dengan prefix me- akan terlihat bahwa prefik me- itu akan berubah
menjadi mem-, men-, meny-, meng-, menge-, atau tetap me-, menurut
aturan-aturan tertentu. Jika bentuk dasarnya mulai dengan konsonan /b/ dan /p/
maka prefik me- itu akan menjadi mem-, seperti pada kata membeli
dan memotong (bentuk dasarnya beli dan potong ); jika
bentuk dasarnya mulai dengan konsonan /d/ dan /t/, maka prefiks me- itu
menjadi men-, seperti pada kata mendengar dan menolong
(bentuk dasarnya dengar dan tolong); jika bentuk dasarnya dimulai
dengan konsonan /s/, maka prefik me- itu akan menjadi meny-,
seperti kata menyikat dan menyusul (bentuk dasarnya sikat dan
susul); jika bentuk dasarnya mulai dengan konsonan /g/ dan /k/, seperti
kata menghitung, mengirim,dan mengobral (bentuk dasarnya adalah hitung,
kirim, dan obral); jika benttuk dasarnya hanya terdiri dari satu
suku, maka prefik me- itu tidak mengalami perubahan, seperti pada kata melatih
dan merawat (bentuk dasarnya latih dan rawat). Dalam
bahasa Arab proses morfofonemik ini kita lihat, misalnya pada penggabungan
artikulus al- dengan bentuk dasar al + taqwa menjadi attaqwa,
al + dhuha menjadi addhuha. Tetapi pada kata al + hilal dan
al + komar tetap menjadi alhilal dan alkomar. Perubahan
fonem dalam proses morfofonemik ini dapat berwujud:
1.
Pemunculan
fonem : hari + -an => hariyan
2.
Pelepasan
fonem : sejarah + wan => sejarawan
3.
Peluluhan
fonem : me- + sikat => menyikat
4.
Perubahan
fonem : ber- + ajar => belajar
5.
Pergeseran
fonem : lom.pat + -I => lom.pa.ti
Seperti tampak pada namanya, yang
merupakan gabungan dari dua bidang studi yaitu morfologi dan fonologi, atau
morfologi dan fonemik, bidang kajian morfonologi atau morfofonemik ini,
meskipun biasanya dibahas dalam tataran morfologi, tetapi sebenarnya lebih
banyak menyangkut masalah fonologi. Kajian ini tidak dibicarakan dalam tataran
fonologi karena masalahnya baru muncul dalam kajian morfologi, terutama dalam
proses afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Masalah morfofonemik ini terdapat
hampir pada semua bahasa yang mengenal proses-proses morfologis.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia. Jakarta :
Rineka Cipta
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar