Jumat, 15 Mei 2015

PEMEROLEHAN FONOLOGI BAHASA INDONESIA PADA ANAK USIA 3 TAHUN



A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Masa kanak-kanak adalah masa di mana seseorang belajar memahami dan mengucapkan kata-kata dengan baik. Seorang anak yang normal pertumbuhan pikirannya akan belajar bahasa ibunya pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, pada tahap tersebut anak akan mengalamai proses pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Bahasa ibu atau disebut juga bahasa pertama disimbolkan dengan ”B1”. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak-anak yang sejak semula tanpa bahasa, kini telah memperoleh bahasa. Pada saat pemerolehan bahasa anak-anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa pada anak dikatakan mempunyai ciri berkesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia, bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Bahasa bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem yang terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon.
Perkembangan kebahasaan anak berjalan sesuai dengan jadwal biologisnya. Banyak orang yang mengaitkan hal ini dengan jumlah umur yang dimiliki oleh seseorang. Rujukan ke jumlah tahun dan bulan memang lebih mudah digunakan untuk menentukan perkembangan motoris anak.
Pada usia tiga tahun, biasanya seorang anak itu mulai belajar berbahasa dengan baik. Dalam pemerolehan bahasa khususnya pada anak usia tiga tahun dapat dilihat dari berbagai segi salah satunya adalah fonologi. Pemerolehan fonologi pada anak usia tiga tahun dapat dilihat pada saat ia berbicara.
Pemerolehan setiap bunyi tidak terjadi secara tiba-tiba dan sendiri-sendiri, melainkan secara perlahan dan berangsur. Ucapan kana-kanak selalu berubah antara ucapan yang benar dan tidak benar secara progresif sampai ucapn seperti orang dewasa tercapai. Pemerolehan fonologi kanak-kanak terjadi melalui beberapa proses penyerdehanaan umum yang melibatkan semua kelas bunyi.
2.      Rumusan Masalah
2.1  Bagaimana pemerolehan konsonan dalam pemerolehan fonologi anak usia 3 tahun?
2.2  Bagaimana pemerolehan diftong dalam pemerolehan fonologi anak usia 3 tahun?
2.3  Bagaimana pemerolehan vokal dalam pemerolehan fonologi anak usia 3 tahun?
3.      Tujuan
3.1  Untuk mendeskripsikan pemerolehan konsonan dalam pemerolehan fonologi anak usia 3 tahun
3.2  Untuk mendeskripsikan pemerolehan diftong dalam pemerolehan fonologi anak usia 3 tahun
3.3  Untuk mendeskripsikan pemerolehan vokal dalam pemerolehan fonologi anak usia 3 tahun

B.     LANDASAN TEORI
Pada umumnya bunyi bahasa dibedakan atas vokal dan konsonan. bunyi vokal dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit ini menjadi bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru. Selanjutnya arus udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat hambatan apa-apa. Bunyi konsonan terjadi setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar, diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung dengan mendapat hambatan di tempat-tempat artikulasi tertentu.
a.       Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal diklasifikasikan berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa horisontal atau vertikal. Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi, misalnya bunyi [i] dan [u]; vokal tengah, misalnya bunyi [e] dan [ә]; vokal rendah, misalnya bunyi [a]. Secara horisontal dibedakan adanya vokal depan, misalnya bunyi [i] dan [e]; vokal pusat, misalnya bunyi [ә]; dan vokal belakang, misalnya bunyi [u] dan [o]. Menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tak bundar. (Abdul Chaer, 2007: 113)
Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut vokal dibedakan sebagai berikut (Abdul Chaer, 2007: 114);
[ i ] adalah vokal depan tinggi tak bundar
[ e ] adalah vokal depan tengah tak bundar
[ ә ] adalah vokal pusat tengah tak bundar
[ o ] adalah vokal belakang tengah bundar
[ a ] adalah vokal pusat rendah tak bundar
b.      Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak serta strikturnya. Namun yang dihasilkan bukan dua buah bunyi, melainkan hanya sebuah bunyi karena berada dalam satu silabel. Contoh diftong dalam bahasa Indonesia adalah [au] seperti terdapat pada kata kerbau dan harimau. Contoh lain, bunyi [ai] seperti terdapat pada kata cukai dan landai. Apabila dua buah vokal berurutan, namun yang pertama terletak pada suku kata yang berlainan dari yang kedua, maka di situ tidak ada diftong. Jadi vokal [au] dan [ai] pada kata seperti bau dan lain bukan diftong. (Abdul Chaer, 2007: 115)
Diftong dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya, sehingga dibedakan adanya diftong naik dan diftong turun. diftong naik, bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi yang kedua; sebaliknya diftong turun, posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi bunyi kedua. (Abdul Chaer, 2007: 115)
c.       Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan tiga kriteria, yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. Tempat artikulasi tidak lain daripada alat ucap yang digunakan dalam pembentukan bunyi itu. Berdasarkan tempat artikulasinya kita mengenal antara lain konsonan: (Abdul Chaer, 2007: 117)
1.      Bilabial yaitu konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan bilabial ini adalah [ p ], [ m ], dan [ b ]. Dalam hal ini perlu diperhatikan bunyi [ p ] dan [ b ] adalah bunyi oral, yaitu yang dikeluarkan melalui rongga mulut, sedangkan [ m ] adalah bunyi nasal yang dikeluarkan melalui rongga hidung.
2.      Labiodental yaitu konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir atas; gigi bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan labiodental adalah bunyi [ f ] dan [ v]
3.      Laminoalveolar, yaitu konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi; dalam hal ini, daun lidah menempel pada gusi. Yang termasuk konsonan ini adalah bunyi [ t ] dan [ d ].
4.      Dorsovelar, yakni konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum atau langit-langit lunak. Yang termasuk konsonan ini adalah bunyi [ k ] dan [ g ].
Berdasarkan cara artikulasinya, artinya bagaimana hambatan yang dilakukan terhadap arus udara itu, dapat dibedakan adanya konsonan: (Abdul Chaer, 2007: 118)
1.      Hambai (letupan, plosif, stop) di sini artikulasi menutup penuh aliran udara, sehingga udara mampat di belakang  tempat penutupan itu. Kemudian penutupan itu dibuka secara tiba-tiba, sehingga menyebabkan terjadinya letupan.  Yang termasuk konsonan ini adalah [ p, b, t, d, k, g ].
2.      Geseran atau frikatif. Di sini artikulasi aktif mendekati artikulator pasif, membentuk celah sempit, sehingga udara yang lewat  mendapat gangguan pada celah itu. Misalnya bunyi [ f, s, dan z ].
3.      Paduan atau frikatif. Di sini artikulator aktif menghambat sepenuhnya aliran udara, lalu membentuk celah sempit dengan artikulator pasif. Cara ini merupakan gabungan antara  hambatan dan frikatif. Misalnya bunyi [ c ] dan [ j ].
4.      Sengauan atau nasal. Di sini artikulator menghambat sepenuhnya  aliran udara melalui mulut, tetapi membiarkannya keluar melalui rongga hidung dengan bebas. Misalnya bunyi    [ m ], [ n ], dan [ ŋ ].
5.      Geseran atau trill. Di sini artikulator aktif melakukan kontak beruntun dengan artikulator pasif, sehingga getaran bunyi itu terjadi berulang-ulang. Misalnya konsonan [ r ].
6.      Sampingan atau lateral. Di sini artikulator aktif menghambat aliran udara pada bagian tengah mulut; lalu membiarkan udara keluar melalui samping lidah. Contohnya konsonan [l].
7.      Hampiran atau aproksiman. Di sini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang mendekati posisi terbuka seperti  dalam pembentukan vokal, tetapi tidak cukup seperti untuk menghasilkan konsonan geseran. Oleh karena itu, bunyi yang dihasilkan sering juga disebut semi vokal. Misalnya konsonan [ w ], [ y ].

C.     METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu pengamatan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata lisan dari objek yang diamati.
1.      Sumber Data
Data primer
Menurut S. Nasution data primer adalah data yang dapat diperoleh lansung dari lapangan atau tempat penelitian. Sedangkan menurut Lofland bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi lansung dari ujaran Arya.
2.      Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini yang paling utama adalah pengumpulan data-data dari hasil pengamatan yang didapatkan dari lapangan, dan menyusunnya agar kita memperoleh data yang akurat untuk memenuhi penelitian ini. Dalam penelitian menggunakan data secara lisan maupun tertulis sehingga dalam penelitian ini memiliki teknik pengumpulan data, sebagai berikut :
Observasi
Penelitian ini akan menggunakan pengumpulan data dengan observasi, dimana peneliti secara langsung mengamati ujaran dari Arya.
3.      Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Analisis data dilakukan dengan tujuan agar informasi yang dihimpun akan menjadi jelas dan eksplisit. Sesuai dengan penelitian ini maka teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kulitatif model interaktif sebagaimana yang diajukan oleh Miles dan Hubberman yang terdiri dari empat hal utama (Miles dan Hubberman,1992: 15). Empat hal itu yakni :
1.      Pengumpulan Data
Data ini diperoleh dari hasil observasi. Subjek penelitian sebagai sumber data dibiarkan bercakap-cakap secara alamiah. Percakapan alamiah itu diharapkan memunculkan data yang bersifat alamiah.
2.      Reduksi Data
Reduksi Data adalah suatu proses pemilih, pemusatan, perhatian pada langkah-langkah penyerderhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Cara mereduksi yakni dengan melakukan seleksi, membuat ringkasan atau uraian singkat, menggolongkan ke pola-pola dengan membuat transkip penelitian yang mempertegas, memperpendek membuat fokus, membuang bagian yang tidak penting, dan mengatur agar dapat ditarik kesimpulannya diakhir secara tepat secara tepat sesuai dengan permasalahan fokus utamanya.
3.      Penyajian Data
Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan inforamsi yang tersusun dan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data cenderung mengarah pada penyederhanaan atas, kompleks ke dalam kestuan bentuk yang sederhana dan selektif sehingga mudah dipahami.
4.      Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan langkah terakkhir dalam pembuatan laporan. Penarikan kesimpulan merupakan usaha mencari dan memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverivikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan pemahaman yang lebih tepat. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mendiskusikannya. Hal ini dilkukan agar data yang diperoleh dan penafsiran yang dilakukan terhadap data tersebut memiliki validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kuat dan signifikan.

D.    ANALISIS
     Bahasa pada anak-anak terkadang sukar diterjemahkan, karena anak-anak pada umumnya masih menggunakan struktur bahasa yang masih kacau dan masih mengalami tahap transisi dalam berbicara, sehingga sukar untuk dipahami oleh mitratuturnya. Untuk menjadi mitratutur pada anak dan untuk dapat memahami maksud dari pembicaraan anak, mitratutur harus menguasai kondisi atau lingkungan sekitarnya, maksudnya ketika anak kecil berbicara mereka menggunakan media di sekitar mereka untuk menjelaskan maksud yang ingin diungkapkan kepada mitratutrnya di dalam berbicara. Selain menggunakan struktur bahasa yang masih kacau, anak-anak juga cenderung masih menguasai keterbatasan dalam kosakata (leksikon) dan dalam pelafalan fonemnya secara tepat. lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Sehingga hasil bahasa yang diucapkan oleh anak-anak, berdasarkan dari kemampuanya dalam berinteraksi langsung pada bahasa-bahasa yang ada di sekitarnya.
     Pemerolehan bahasa yang diartikan sebagai proses yang dilakukan oleh kanak-kanak mencapai sukses penguasaan yang lancar serta fasih terhadap ’bahasa ibu’ mereka atau yang sering dikenal dengan bahasa yang terbentuk dari lingkungan sekitar. Dalam hal ini pemerolehan bahasa pada anak akan membawa anak pada kelancaran dan kefasihan anak dalam berbicara.  Rentang umur anak di usia balita umumnya mempunyai kemampuan dalam menyerap sesuatu dan ingatan cenderung lebih cepat dibandingkan usia-usai diatas balita. Sehingga dalam usia-usia tersbut sebaiknya mendapatkan perolehan bahasa yang baik, anak harus selalu dirangsang dengan sesuatu yang bersifat pedagogig atau pendidikan. Pendidikan bahasa pada anak-anak tersebut harus selalu di tingkatkan untuk memperoleh hasil berbicara yang baik.
1.      Pemerolehan Konsonan
Arya telah dapat mengucapkan konsonan seperti konsonan bilabial dan alveolar. Konsonan velar /k/ dan /g/ belum pernah terdengar kecuali /k/ pada akhir, misalnya pada kata ‘nak’ (naik), ‘dak’ (tidak), ‘usak’ (rusak), ‘puncak’ (puncak).
Sementara itu konsonan /p/ sering sekali terdengar di awal, tengah maupun akhir. Misalnya pada kata ‘ampu’ (lampu), ‘opi’ (topi), ‘top’ (laptop), ‘papa’ (papa). Konsonan /b/ sudah terdengar di awal dan tengah. Misalnya pada kata ‘mobi’ (mobil), ‘buca’ (buka). Konsonan /m/, Arya sudah mampu mengucapkannya di awal dan tengah, misalnya kata ‘mama’ (mama), ‘ambi’ (ambil).
Konsonan /t/ terdengar di awal dan tengah. Misalnya pada ‘top’ (laptop) dan ‘atu’ (satu). Konsonan /l/ tidak pernah terdengar di awal kata. Konsonan /r/ juga tidak pernah muncul di awal maupun tengah, tetapi menghilangkanya dan menggantinya dengan fonem selanjutnya. Misalnya pada kata ‘Aya’ (Arya). Tetapi konsonan /h/ dan /l/ tidak terdengar di akhir kata. Misalnya pada kata ‘mobi’ (mobil), ‘amba’ (tambah)
Bunyi-bunyi konsonan yang lain sering muncul banyak yang diganti dengan konsonan lain dalam ucapannya. Seperti contoh  di atas tadi, konsonan /g/ pada kata gunung diganti dengan konsonan /d/ menjadi dunu. Di samping konsonan-konsonan tersebut di atas, nampaknya pada umur 3 tahun atau lebih seperti umur Erisa belum bisa mengungkapkan konsonan /r/. Ini narnpak dengan adanya pergantian konsonan tersebut dengan konsonan-konsonan lain seperti pada kata power diganti dengan owel.



2.      Pemerolehan Diftong
Anak umur 3 tahun biasanya telah menguasai bunyi vokal dengan baik, urutan-urutan yang tidak bersifat diftong juga telah mulai dikuasainya. Namun demikian, ada beberapa diftong yang pada umur ini belum keluar, misalnya bunyi diftong [u-a] dalam kata dua dan [a-i] dalam kata naik. Belum munculnya diftong ini dikarenakan karena masukan vokal yang diterima anak berupa monoftong. Monoftong akan muncul biasanya ketika para penutur dewasa disekitar anak umur 3 tahun mengeluarkan atau mengucapkan bunyi-bunyi monoftong, sehingga anak itu akan menghasilkan bunyi yang monoftong pula.   

3.      Pemerolehan Vokal
Bunyi vokal /a/ sering diucapkan oleh Arya. Vokal ini sering diucapkan dalam situasi apapun, baik letaknya di awal, tengah maupun akhir. Misalnya pada kata ‘nak’ (naik), ‘dak’ (tidak), ‘tasih’ (kasih), ‘atu’ (satu), ‘amba’ (tambah), ‘ade’ (adik), ‘buca’ (buka).
Bunyi vokal lain seperti /e/ dan /o/ kadang-kadang muncul secara spontan. Misalnya pada kata ‘ade’ (adik), ‘top’ (laptop) dan ‘opi’ (topi.)
Di samping vokal-vokal tersebut, Arya juga sering mengucapkan vocal /u/ yang muncul di akhir dan tengah. Misalkan pada ‘atu’ (satu), ‘dudu’ (duduk), ‘dunu’ (gunung) dan ‘buca’ (buka).

E.     SIMPULAN
Kemampuan berbicara dan berbahasa pada anak usia tiga tahun terletak pada tahap satu kata,  dua kata dan terus berkembang. Dalam mengucapkan kata-kata pelafalannya belum jelas dan maksudnya sulit untuk dipahami. Kemampuan mengucapkan kata-kata tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sekitar, orang tua, tayangan televisi yang sering ditonton, dan lagu-lagu yang sering diperdengarkan pada anak.
Dalam pengucapan kata-kata, ada beberapa huruf yang belum dapat diucapkan oleh anak. Konsonan yang sudah dikuasai oleh Arya yakni  /b/, /c/, /d/, /k/, /l/, /m/, /n/, /s/ dan /t/, sedangkan  yang tidak dikuasai /f/, /j/, /r/, /y/, /v/, /x/ dan /z/. vokal, Arya sudah mampu mengucapkan /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/. diftong Arya hanya menguasai u-a dan a-i.



F.      DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Rusyani Endang. 2008. PEMEROLEHAN BAHASA INDONESIA ANAK USIA 2,5 TAHUN. http://file.upi.edu
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195705101985031-ENDANG_RUSYANI/Pemerolehan_Bahasa_AUD.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar