A. PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Masa kanak-kanak adalah masa di mana seseorang belajar memahami dan
mengucapkan kata-kata dengan baik. Seorang anak yang normal pertumbuhan
pikirannya akan belajar bahasa ibunya pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, pada tahap tersebut anak akan mengalamai
proses pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa adalah proses
yang berlangsung di dalam otak seorang anak ketika dia memperoleh bahasa
pertamanya atau bahasa ibunya. Bahasa ibu atau disebut juga bahasa pertama
disimbolkan dengan ”B1”. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak-anak yang
sejak semula tanpa bahasa, kini telah memperoleh bahasa. Pada saat pemerolehan
bahasa anak-anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk
bahasanya. Pemerolehan bahasa pada anak dikatakan mempunyai ciri
berkesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari ucapan
satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit.
Bahasa merupakan satu wujud yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa itu adalah milik
manusia yang telah menyatu dengan pemiliknya. Sebagai salah satu milik manusia,
bahasa selalu muncul dalam segala aspek dan kegiatan manusia. Tidak ada satu
kegiatan manusia pun yang tidak disertai dengan kehadiran bahasa. Bahasa bukan
merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem yang
terdiri dari fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon.
Perkembangan kebahasaan anak berjalan sesuai dengan jadwal
biologisnya. Banyak orang yang mengaitkan hal ini dengan jumlah umur yang
dimiliki oleh seseorang. Rujukan ke jumlah tahun dan bulan memang lebih mudah
digunakan untuk menentukan perkembangan motoris anak.
Pada usia tiga tahun, biasanya seorang anak itu mulai
belajar berbahasa dengan baik. Dalam pemerolehan bahasa khususnya pada anak
usia tiga tahun dapat dilihat dari berbagai segi salah satunya adalah fonologi.
Pemerolehan fonologi pada anak usia tiga tahun dapat dilihat pada saat ia
berbicara.
Pemerolehan setiap
bunyi tidak terjadi secara tiba-tiba dan sendiri-sendiri, melainkan secara
perlahan dan berangsur. Ucapan kana-kanak selalu berubah antara ucapan yang
benar dan tidak benar secara progresif sampai ucapn seperti orang dewasa
tercapai. Pemerolehan fonologi kanak-kanak terjadi melalui beberapa proses
penyerdehanaan umum yang melibatkan semua kelas bunyi.
2. Rumusan
Masalah
2.1 Bagaimana pemerolehan konsonan dalam pemerolehan
fonologi anak usia 3 tahun?
2.2 Bagaimana pemerolehan diftong dalam pemerolehan
fonologi anak usia 3 tahun?
2.3 Bagaimana pemerolehan vokal dalam pemerolehan fonologi
anak usia 3 tahun?
3. Tujuan
3.1 Untuk mendeskripsikan pemerolehan konsonan dalam
pemerolehan fonologi anak usia 3 tahun
3.2 Untuk mendeskripsikan pemerolehan diftong dalam
pemerolehan fonologi anak usia 3 tahun
3.3 Untuk mendeskripsikan pemerolehan vokal dalam
pemerolehan fonologi anak usia 3 tahun
B. LANDASAN
TEORI
Pada umumnya
bunyi bahasa dibedakan atas vokal dan konsonan. bunyi vokal dihasilkan dengan
pita suara terbuka sedikit. Pita suara yang terbuka sedikit ini menjadi
bergetar ketika dilalui arus udara yang dipompakan dari paru-paru. Selanjutnya
arus udara itu keluar melalui rongga mulut tanpa mendapat hambatan apa-apa.
Bunyi konsonan terjadi setelah arus udara melewati pita suara yang terbuka
sedikit atau agak lebar, diteruskan ke rongga mulut atau rongga hidung dengan
mendapat hambatan di tempat-tempat artikulasi tertentu.
a.
Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal diklasifikasikan berdasarkan posisi lidah
dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa horisontal atau vertikal. Secara vertikal
dibedakan adanya vokal tinggi, misalnya bunyi [i] dan [u]; vokal tengah,
misalnya bunyi [e] dan [ә]; vokal rendah, misalnya bunyi [a].
Secara horisontal dibedakan adanya vokal depan, misalnya bunyi [i] dan [e];
vokal pusat, misalnya bunyi [ә]; dan vokal belakang, misalnya
bunyi [u] dan [o]. Menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal
tak bundar.
(Abdul Chaer, 2007: 113)
Berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut vokal dibedakan
sebagai berikut (Abdul
Chaer, 2007: 114);
[ i ] adalah vokal
depan tinggi tak bundar
[ e ] adalah vokal
depan tengah tak bundar
[ ә ] adalah vokal
pusat tengah tak bundar
[ o ] adalah vokal
belakang tengah bundar
[ a ] adalah vokal
pusat rendah tak bundar
b.
Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah
ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak
sama. Ketidaksamaan itu menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang
bergerak serta strikturnya. Namun yang dihasilkan bukan dua buah bunyi,
melainkan hanya sebuah bunyi karena berada dalam satu silabel. Contoh diftong
dalam bahasa Indonesia adalah [au] seperti terdapat pada kata kerbau dan harimau. Contoh lain, bunyi [ai] seperti terdapat pada kata cukai dan landai. Apabila dua buah vokal berurutan, namun yang pertama
terletak pada suku kata yang berlainan dari yang kedua, maka di situ tidak ada
diftong. Jadi vokal [au] dan [ai] pada kata seperti bau dan lain bukan
diftong. (Abdul
Chaer, 2007: 115)
Diftong dibedakan berdasarkan letak atau posisi
unsur-unsurnya, sehingga dibedakan adanya diftong naik dan diftong turun.
diftong naik, bunyi pertama posisinya lebih rendah dari posisi bunyi yang
kedua; sebaliknya diftong turun, posisi bunyi pertama lebih tinggi dari posisi
bunyi kedua. (Abdul
Chaer, 2007: 115)
c.
Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan
tiga kriteria, yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi.
Tempat artikulasi tidak lain daripada alat ucap yang digunakan dalam
pembentukan bunyi itu. Berdasarkan tempat artikulasinya kita mengenal antara
lain konsonan: (Abdul
Chaer, 2007: 117)
1.
Bilabial yaitu
konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir, bibir bawah merapat pada bibir
atas. Yang termasuk konsonan bilabial
ini adalah [ p ], [ m ], dan [ b ]. Dalam hal ini perlu
diperhatikan bunyi [ p ] dan [ b ] adalah bunyi oral, yaitu yang
dikeluarkan melalui rongga mulut, sedangkan [ m ] adalah bunyi nasal
yang dikeluarkan melalui rongga hidung.
2.
Labiodental yaitu konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan bibir
atas; gigi bawah merapat pada bibir atas. Yang termasuk konsonan
labiodental adalah bunyi [ f ] dan [ v]
3.
Laminoalveolar,
yaitu konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi; dalam hal ini, daun lidah
menempel pada gusi. Yang termasuk konsonan ini adalah bunyi [ t ] dan [
d ].
4.
Dorsovelar,
yakni konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum atau langit-langit
lunak. Yang termasuk konsonan ini adalah bunyi [ k ] dan [ g ].
Berdasarkan
cara artikulasinya, artinya bagaimana hambatan yang dilakukan terhadap arus
udara itu, dapat dibedakan adanya konsonan: (Abdul Chaer, 2007: 118)
1.
Hambai (letupan,
plosif, stop) di sini artikulasi menutup penuh aliran udara, sehingga udara
mampat di belakang tempat penutupan itu. Kemudian penutupan itu dibuka
secara tiba-tiba, sehingga menyebabkan terjadinya letupan. Yang termasuk
konsonan ini adalah [ p, b, t, d, k, g ].
2. Geseran atau frikatif.
Di sini artikulasi aktif mendekati artikulator pasif, membentuk celah sempit,
sehingga udara yang lewat mendapat gangguan pada celah itu. Misalnya
bunyi [ f, s, dan z ].
3.
Paduan atau frikatif.
Di sini artikulator aktif menghambat sepenuhnya aliran udara, lalu membentuk
celah sempit dengan artikulator pasif. Cara ini merupakan gabungan
antara hambatan dan frikatif. Misalnya bunyi [ c ] dan [ j ].
4.
Sengauan atau nasal. Di sini
artikulator menghambat sepenuhnya aliran udara melalui mulut, tetapi membiarkannya
keluar melalui rongga hidung dengan bebas. Misalnya
bunyi [ m ], [ n ], dan [ ŋ ].
5.
Geseran atau trill.
Di sini artikulator aktif melakukan kontak beruntun dengan artikulator pasif,
sehingga getaran bunyi itu terjadi berulang-ulang. Misalnya konsonan [ r ].
6.
Sampingan atau
lateral. Di sini artikulator aktif menghambat aliran udara pada
bagian tengah mulut; lalu membiarkan udara keluar melalui samping lidah.
Contohnya konsonan [l].
7.
Hampiran atau
aproksiman. Di sini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang
mendekati posisi terbuka seperti dalam pembentukan vokal, tetapi tidak
cukup seperti untuk menghasilkan konsonan geseran. Oleh karena itu, bunyi yang
dihasilkan sering juga disebut semi vokal. Misalnya konsonan [ w ], [ y ].
C. METODE
Penelitian
ini menggunakan metode penelitian kualitatif yaitu pengamatan yang menghasilkan
data deskriptif berupa kata lisan dari objek yang diamati.
1. Sumber
Data
Data primer
Menurut S.
Nasution data primer adalah data yang dapat diperoleh lansung dari lapangan
atau tempat penelitian. Sedangkan menurut Lofland bahwa sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan tindakan
merupakan sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati. Peneliti
menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi lansung dari ujaran Arya.
2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian
ini yang paling utama adalah pengumpulan data-data dari hasil pengamatan yang
didapatkan dari lapangan, dan menyusunnya agar kita memperoleh data yang akurat
untuk memenuhi penelitian ini. Dalam penelitian menggunakan data secara lisan
maupun tertulis sehingga dalam penelitian ini memiliki teknik pengumpulan data,
sebagai berikut :
Observasi
Penelitian
ini akan menggunakan pengumpulan data dengan observasi, dimana peneliti secara
langsung mengamati ujaran dari Arya.
3. Teknik
Analisis Data
Teknik
analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih
mudah dibaca dan diimplementasikan. Analisis data dilakukan dengan tujuan agar
informasi yang dihimpun akan menjadi jelas dan eksplisit. Sesuai dengan
penelitian ini maka teknik analisis data yang digunakan untuk menganalisis data
adalah analisis kulitatif model interaktif sebagaimana yang diajukan oleh Miles
dan Hubberman yang terdiri dari empat hal utama (Miles dan Hubberman,1992: 15).
Empat hal itu yakni :
1. Pengumpulan Data
Data
ini diperoleh dari hasil observasi. Subjek
penelitian sebagai sumber data dibiarkan bercakap-cakap secara alamiah.
Percakapan alamiah itu diharapkan memunculkan data yang bersifat alamiah.
2. Reduksi Data
Reduksi
Data adalah suatu proses pemilih, pemusatan, perhatian pada langkah-langkah
penyerderhanaan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis
di lapangan. Cara mereduksi yakni dengan melakukan seleksi, membuat ringkasan
atau uraian singkat, menggolongkan ke pola-pola dengan membuat transkip
penelitian yang mempertegas, memperpendek membuat fokus, membuang bagian yang
tidak penting, dan mengatur agar dapat ditarik kesimpulannya diakhir secara
tepat secara tepat sesuai dengan permasalahan fokus utamanya.
3. Penyajian Data
Penyajian
data dibatasi sebagai sekumpulan inforamsi yang tersusun dan memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data cenderung mengarah pada penyederhanaan atas, kompleks ke dalam kestuan
bentuk yang sederhana dan selektif sehingga mudah dipahami.
4. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan
merupakan langkah terakkhir dalam pembuatan laporan. Penarikan kesimpulan
merupakan usaha mencari dan memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan,
alur sebab akibat dan proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverivikasi
dengan cara melihat dan mempertanyakan pemahaman yang lebih tepat. Selain itu
juga dapat dilakukan dengan mendiskusikannya. Hal ini dilkukan agar data yang
diperoleh dan penafsiran yang dilakukan terhadap data tersebut memiliki
validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kuat dan signifikan.
D. ANALISIS
Bahasa pada
anak-anak terkadang sukar diterjemahkan, karena anak-anak pada umumnya masih
menggunakan struktur bahasa yang masih kacau dan masih mengalami tahap transisi
dalam berbicara, sehingga sukar untuk dipahami oleh mitratuturnya. Untuk
menjadi mitratutur pada anak dan untuk dapat memahami maksud dari pembicaraan
anak, mitratutur harus menguasai kondisi atau lingkungan sekitarnya, maksudnya
ketika anak kecil berbicara mereka menggunakan media di sekitar mereka untuk
menjelaskan maksud yang ingin diungkapkan kepada mitratutrnya di dalam
berbicara. Selain menggunakan struktur bahasa yang masih kacau, anak-anak juga
cenderung masih menguasai keterbatasan dalam kosakata (leksikon) dan dalam
pelafalan fonemnya secara tepat. lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan
bahasa anak. Sehingga hasil bahasa yang diucapkan oleh anak-anak, berdasarkan
dari kemampuanya dalam berinteraksi langsung pada bahasa-bahasa yang ada di
sekitarnya.
Pemerolehan
bahasa yang diartikan sebagai proses yang dilakukan oleh kanak-kanak mencapai
sukses penguasaan yang lancar serta fasih terhadap ’bahasa ibu’ mereka atau
yang sering dikenal dengan bahasa yang terbentuk dari lingkungan sekitar. Dalam
hal ini pemerolehan bahasa pada anak akan membawa anak pada kelancaran dan
kefasihan anak dalam berbicara. Rentang
umur anak di usia balita umumnya mempunyai kemampuan dalam menyerap sesuatu dan
ingatan cenderung lebih cepat dibandingkan usia-usai diatas balita. Sehingga
dalam usia-usia tersbut sebaiknya mendapatkan perolehan bahasa yang baik, anak
harus selalu dirangsang dengan sesuatu yang bersifat pedagogig atau pendidikan.
Pendidikan bahasa pada anak-anak tersebut harus selalu di tingkatkan untuk
memperoleh hasil berbicara yang baik.
1.
Pemerolehan Konsonan
Arya telah dapat mengucapkan konsonan
seperti konsonan bilabial dan alveolar. Konsonan velar /k/ dan /g/ belum pernah terdengar kecuali /k/
pada akhir, misalnya pada kata ‘nak’ (naik), ‘dak’ (tidak), ‘usak’ (rusak),
‘puncak’ (puncak).
Sementara
itu konsonan /p/ sering sekali terdengar di awal, tengah maupun akhir. Misalnya
pada kata ‘ampu’ (lampu), ‘opi’ (topi), ‘top’ (laptop), ‘papa’ (papa). Konsonan
/b/ sudah terdengar di awal dan tengah. Misalnya pada kata ‘mobi’ (mobil),
‘buca’ (buka). Konsonan /m/, Arya sudah mampu mengucapkannya di awal dan
tengah, misalnya kata ‘mama’ (mama), ‘ambi’ (ambil).
Konsonan
/t/ terdengar di awal dan tengah. Misalnya pada ‘top’ (laptop) dan ‘atu’
(satu). Konsonan /l/ tidak pernah terdengar di awal kata. Konsonan /r/ juga
tidak pernah muncul di awal maupun tengah, tetapi menghilangkanya dan
menggantinya dengan fonem selanjutnya. Misalnya pada kata ‘Aya’ (Arya). Tetapi konsonan /h/ dan /l/ tidak
terdengar di akhir kata. Misalnya pada kata ‘mobi’ (mobil), ‘amba’ (tambah)
Bunyi-bunyi
konsonan yang lain sering muncul banyak yang diganti dengan konsonan lain dalam
ucapannya. Seperti contoh di atas tadi,
konsonan /g/ pada kata gunung diganti dengan konsonan /d/ menjadi dunu. Di
samping konsonan-konsonan tersebut di atas, nampaknya pada umur 3 tahun atau lebih seperti umur Erisa
belum bisa mengungkapkan konsonan /r/. Ini narnpak dengan adanya pergantian
konsonan tersebut dengan konsonan-konsonan lain seperti pada kata power diganti
dengan owel.
2.
Pemerolehan Diftong
Anak umur 3 tahun biasanya telah
menguasai bunyi vokal dengan baik, urutan-urutan yang tidak bersifat diftong
juga telah mulai dikuasainya. Namun demikian, ada beberapa diftong yang pada
umur ini belum keluar, misalnya bunyi diftong [u-a] dalam kata dua dan
[a-i] dalam kata naik. Belum munculnya diftong ini dikarenakan karena
masukan vokal yang diterima anak berupa monoftong. Monoftong akan muncul
biasanya ketika para penutur dewasa disekitar anak umur 3 tahun mengeluarkan
atau mengucapkan bunyi-bunyi monoftong, sehingga anak itu akan menghasilkan
bunyi yang monoftong pula.
3. Pemerolehan
Vokal
Bunyi
vokal /a/ sering diucapkan oleh Arya. Vokal ini sering
diucapkan dalam situasi apapun, baik letaknya di awal, tengah maupun akhir.
Misalnya pada kata ‘nak’ (naik), ‘dak’ (tidak), ‘tasih’ (kasih), ‘atu’ (satu),
‘amba’ (tambah), ‘ade’ (adik), ‘buca’ (buka).
Bunyi vokal lain seperti /e/ dan /o/ kadang-kadang
muncul secara spontan. Misalnya pada kata ‘ade’ (adik), ‘top’ (laptop) dan
‘opi’ (topi.)
Di samping vokal-vokal tersebut, Arya juga sering
mengucapkan vocal /u/ yang muncul di akhir dan tengah. Misalkan pada ‘atu’
(satu), ‘dudu’ (duduk), ‘dunu’ (gunung) dan ‘buca’ (buka).
E. SIMPULAN
Kemampuan berbicara dan berbahasa pada anak usia tiga tahun terletak pada tahap satu kata, dua kata dan terus berkembang. Dalam
mengucapkan kata-kata pelafalannya belum jelas dan maksudnya sulit untuk
dipahami. Kemampuan mengucapkan kata-kata tersebut dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar, orang tua, tayangan televisi yang sering ditonton, dan lagu-lagu yang
sering diperdengarkan pada anak.
Dalam pengucapan kata-kata, ada beberapa huruf yang belum dapat
diucapkan oleh anak. Konsonan yang sudah dikuasai oleh Arya yakni /b/, /c/, /d/, /k/, /l/, /m/, /n/, /s/ dan /t/, sedangkan yang tidak dikuasai /f/, /j/, /r/, /y/, /v/,
/x/ dan /z/. vokal, Arya sudah mampu mengucapkan /a/, /i/, /u/, /e/, dan /o/.
diftong Arya hanya menguasai u-a dan a-i.
F. DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195705101985031-ENDANG_RUSYANI/Pemerolehan_Bahasa_AUD.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar